Gairah Nafsu Dewasa
Cerita Gairah Dewasa, squirting Pengaruh Dukun Membuatku Pasrah dekat Perkosa - Namaku Nita. Aku seorang guru berusia 28 warsa. Di kampungku pada bilangan Sumatera, aku lebih dikenal serupa sebutan Bu Miah. Aku ingin mengomongkan unik pengetahuan hitam nan berlangsung pada diriku dari heksa rembulan yang lalu maka terus terus-menerus hingga waktu ini. Ini semua tepat akibat kesalahanku sendiri. Kisahnya demikian ini, duga-sangka enam bulan nan lalu aku menurut cerita kalau suamiku ada signifikansi malam sama seorang guru pada sekolahnya. Suamiku terus seorang guru dalam sekolah madya dalam kampungku. Dia alumnus universitas lokal sedangkan aku doang seorang guru hamba. Yang terbayangkan saat itu doang peruntungan rangkap anakku nan lagi kecil. Secara raga, sebetulnya aku tinggal menawan sebab kedua anakku menyusu botol. Cuma biasalah yang namanya lanang, meski secantik apapun isterinya, tetap pada terpikat melalui anak Adam parak, pikirku. Diam-diam aku pergi ke gerogol seorang sinse nan pernah kudengar ceritanya mengenai rekan-rekanku dalam sekolah. Aku pergi minus kemahiran siapa saja, walau teman karibku kendatipun. Pak Jarwo sama dengan seorang dukun nan tinggal dekat kampung menyeberangi, jadi tentulah jiwa-kaum kampungku tidak tentang tahu rahasia aku berjumpa dengannya. Di situlah berawalnya titik hitam dalam hidupku hingga musim ini. Pak Jarwo orangnya sangar dan pendek. Tingginya barangkali tak jauh lantaran 150 cm. Kalau berdiri, ia tetapi sedadaku. Usianya kutaksir sekitar 40-an, menjelang setengah kurun. Ia menyandang janggut suci yang sempurna panjang. Gigi serta bibirnya menghitam gara-gara suka merokok. Aku masih ingat saat itu Pak Jarwo memerikan bahwa suamiku telah tersentuh guna-guna keturunan Adam. Ia lalu mempersiapkan satu ramuan yang katanya larutan peminta untuk menahan diriku sebab terkecoh teluh wanita tersebut maka menyuruhku meminumnya. Setelah taksir-duga lima menit meminum tirta obat tersebut kepalaku menjadi ringan. Perasaan semangat nan tidak dapat dibendung melanda diriku menurut mendadak. Pak Jarwo kemudian menyuruhku mengangkang telentang pada atas permadani ijuk dalam mimbar tamu rumahnya. Setelah itu ia mulai membacakan benda nan tidak kupahami dengan mendesir iteratif kali ke seantero badanku. Saat itu aku sedang eksekutif berpakaian baju lingkar menurut mengajar ke sekolah pada petangnya. Setelah itu aku merasa agak mengkhayal. Antara terlena serta tersadar aku merasakan kuasa Pak Jarwo bersenda gurau dalam kancing baju kurungku. Aku tidak berkuasa mengerjakan segala apa-apa pun melainkan merasakan selera yang amat bukan alang kepalang lalu amat makan belaian adam. Putingku terasa menonjol. Celah kemaluanku terasa suam-suam kuku selanjutnya mulai berselut. Aku dapat merasakan Pak Jarwo memanggul kepalaku ke atas landasan seraya membetulkan tudungku. Selanjutnya ia menanggalkan pakaianku mono--persatu. Setelah aku menjelar tanpa sehelai baju pun eksepsi tudungku, Pak Jarwo mulai merembet persentase dadaku dahulu selanjutnya kemudian mengulum puting tetekku lewat majuh. Ketika itu aku terasa amat berat mendapatkan membuka benih. Setelah aku menyabet sedikit daya kembali, aku merasa bukan main bergairah. Kemaluanku sudah mulai banjir. Aku berhasil mengutik tanganku lalu terus meraih pejabat Pak Jarwo nan sedang berada dicelah selangkanganku. Aku menekan-nekan atasan Pak Jarwo pada agak bertenaga agar jilatannya lidahnya masuk lebih dalam lagi. Aku mengesah sekali lalu membuka mataku nan lama terpejam. Alangkah terkejutnya aku saat aku membuka mataku pegari dalam samar-samar ada sepasang pribadi asing sedang duduk bersimpuh menghadapku lagi memandangku tambah lubang yang tidak berkelip-kelip. "Bu Miah," tegur seorang lelaki nan lagi belum kukenali, yang duduk dalam sayap kanan badanku yang telanjang sempurna. Setelah kuamat-amati barulah aku bisa mengenalinya. "Leman," jeritku dalam jiwa. Leman ialah kanak-kanak Pak Semail juru raudah sekolahku yang baru kecuali habis ujian akhirnya. Aku agak tergopoh-gopoh beserta malu. Aku jika meronta selama melepaskan diri sebab terkaman Pak Jarwo. Menyadari bahwa aku telah sadarkan diri, Pak Jarwo menjulang kepalanya sejak ganggang selangkanganku selanjutnya bertutur. "Tak segala sesuatu Bu, mereka empat mata ini darah daging murid saya," ujarnya dengan jarinya berlaku kembali menyapu-nyapu kemaluanku nan basah lembap. Sebelah lagi tangannya digunakan akan mendorong kembali kepalaku ke kalang. Aku bagaikan insan yang sudah kena jantur terus menggeletak kembali dan menebeng kangkanganku sonder disuruh. Aku memicing benih kembali. Pak Jarwo memperbincangkan kedua kakiku lalu diletakkannya ke atas bahunya. Saat doski memperta-hankan bahunya, punggungku juga kintil menyembul. Pak Jarwo mulai mengangkat-angkat kembali pinggir vaginaku bersama lahap maka terus dijilat hingga ke kolom antara vagina beserta duburku. Saat lidahnya nan basah itu menginjak dalam sembir duburku, terasa objek nan menggelikan berguncang-getar dekat situ. Aku merasa kegelian serta nikmat nan amat besar. "Leman, Kau pergi ambil minyak pucat di ujung peraduan. Kau Ramli, ambil kemenyan lagi bekasnya sekalian pada ujung itu," titah Pak Jarwo akan kedua pelerai demam muridnya. Aku tersentak maka terus membuka pokok. "Bu ini rawatan perdana, duduk ya," amaran Pak Jarwo kepadaku. Aku bagai munding dicocok penghidu langsung menyelusuri rodi Pak Jarwo. Aku duduk sekali lalu seperdua sakal menamatkan potong dadaku nan tegang selanjutnya bagian lagi menyenggau pakaianku nan berhamburan untuk menuntaskan stadium kemaluanku nan terbuka. Setelah menggabai baju kurungku, kututupi kepingan pinggang ke bawah serta kemudian membetulkan tudungku akan mendindingi dampak dadaku. Setelah barang-barang nan diminta siap di hadapan Pak Jarwo, ia memerikan rawatannya. Kedua muridnya malu-malu mencuri pandang ke pihak dadaku yang kucoba tutupi melalui purdah walakin tetap jelas terbukti kedua payudaraku nan besar bersama tunggal dekat bawah tutup tersebut. "Ini saya beritahu Ibu bahwa ada sihir yang sudah mengenai partikel-pihak khusus dalam fisik Ibu. Aku memandang tepat ke penjuru Pak Jarwo maka kemudian pandanganku bergeser akan Leman selanjutnya Ramli. "Nggak apa-apa pun, Bu… mereka ini sedang bersekolah, haruslah mereka tatap," memerhatikan Pak Jarwo selaku mengerti perasaanku. Aku pun lalu tengkurep di atas karpet serabut itu. Pak Jarwo menarik tenunan baju kurungku nan dirasa mengganggunya lalu dilempar ke sisi. Perlahan-lahan ia mengurut punggungku nan kimpal suci berisi per minyak nan tadi diambilkan Leman. Aku merasa bermimpi kembali, punggungku terasa tegang menahan kenikmatan lumuran minyak Pak Jarwo. Kemudian kurasakan pukulan Pak Jarwo menarik jatah pinggangku ke atas menyerupai menitahkan aku menunggik dalam tanda tengkurep tersebut. Aku memedulikan ke tala Pak Jarwo yang duduk dalam searah kiri punggungku. "Ya, tinggikan punggungnya," jelasnya seakan memahami keraguanku. Aku menurut kemauannya. Sekarang aku berada dalam lokasi tengkurep, muka beserta front pada atas tikar seraya punggungku mencuat ke atas. Pak Jarwo mendorong kedua kakiku agar berjauhan beserta mulai melumurkan petro ke bengkahan-ganggang dapur retakan punggungku yang terbuka. Tanpa dapat dikontrol, Ahad erangan kenikmatan terluncur semenjak mulutku. Pak Jarwo menambahkan lagi petro dekat tangannya selanjutnya mulai berperan dalam lis duburku. Aku memerah guling lantaran kenikmatan. Sambil melakukan itu, jarinya bergerak mencolok rongga duburku. "Jangan tegang, biarkan belaka," tersiar perkataan Pak Jarwo nan agak serak. Aku jika merilekskan urat duburku pula memesonakan… Pak Jarwo nan main kayu berminyak oleh mudah masuk sehingga ke pangkal. Setelah berhasil memasukkan jarinya, Pak Jarwo mulai menggarangkan jarinya keluar masuk bolongan duburku. Aku jika membuka mataku nan suram sebab kenikmatan menjelang menyilau Leman lalu Ramli nan sedang membetulkan materi di dalam lancingan mereka. Aku jadi merasakan semacam kenikmatan sekali lagi mengincar mereka sedang mengikuti aku diterapi Pak Jarwo. Perasaan malu mengenai kedua muridku berganti menjadi antusiasme tersembunyi nan seolah meloncat keluar setelah lama terkekang! Setelah pelancongan jari Pak Jarwo lancar kolangkaling duburku selanjutnya duburku mulai beradaptasi, beliau mulai berdiri dekat belakangku sementara jarinya tinggal terbenam mantap dalam duburku. Aku menilik Pak Jarwo nan kini menyingkap kain sarungnya ke atas atas esa tangannya nan tengah bebas. Terhunuslah kemaluannya nan panjang bersama bengkok ke atas itu. Tampak sudah sekeras cabang gawang! "Bbbbuat barang apa ini, Pak… " tanyaku demi tergaguk-gaguk. "Jangan risau… ini buat buang pesona," katanya dengan melumur minyak ke cabang kemaluannya nan memadai besar bagi seorang yang kersang lalu pendek. Selesai bertutur kata, Pak Jarwo menarik jarinya keluar dengan selaku gantinya langsung membenamkan batangnya ke gaung duburku. "ARRrgggghhggh…" refleks aku terjerit kengiluan sambil menjinjing kepala bersama dadaku ke atas. Kaki bawahku juga otomatis mencuat ke atas. "Jangan tegang, lemaskan sedikit! " arahan Pak Jarwo sembari menjauhkan mata ikan punggungku. Aku mencari jalan menaati perintahnya. Setelah aku melemaskan sedikit ototku, hampir separuh baur Pak Jarwo terbenam ke dalam duburku. Aku melongok Leman lalu Ramli sedang mengepal sesuatu di dalam celana masing-masing. Setelah berhasil memasukkan setengah zakarnya Pak Jarwo menariknya keluar kembali maka lalu memasukkannya kembali sehingga semua zakarnya masuk ke dalam gerong duburku. Dia putus di situ. "Sekarang Ibu merangkak mengepung nyala kemenyan ini tiga kali," perintahnya serta zakarnya masih terbenam mantap dalam duburku. Aku sekarang menyerupai dabat nan berjalan merangkak serta zakar Pak Jarwo masih terpancang pada mantapnya dekat dalam duburku. Pak Jarwo bergiat mengikutiku sekali lalu memegangi pinggangku. "Pelan-pelan senantiasa, Bu," perintahnya sambil menahan pinggangku biar tidak berguncang banget cepat. Rupanya ia takut penisnya terlepas keluar sejak gua duburku saat aku menggelinding. Aku pula mematuhinya plus menggelundung selaku perlahan. Kulihat kedua murid Pak Jarwo masa ini telah mengeluarkan zakar per sementara menyabun sama pirsa tingkahku. Aku merasa maha- malu melainkan di lain golongan sangat nikmat rasanya. Zakar Pak Jarwo terasa bergembut-gembut pada dalam duburku. Aku terlukis representasi suamiku ajak sedang menanggapi lagu lakuku yang setaraf kaya dabat itu. Sementara aku merangkak sesekali Pak Jarwo menyuruhku diam sejenak lalu menarik senjatanya keluar maka lalu menusukku kembali melalui liar sambil mengucapkan mantera-mantera. Setiap kali menerima cocok Pak Jarwo setiap kali itu lagi aku mengerang kenikmatan. Lalu Pak Jarwo pun mau menyuruhku sepanjang kembali merangkak maju. Demikian berkali-kali ritus yang abdi lakukan sehingga tiga lingkaran biar terasa layak lama. Setelah selesai tiga lingkungan, Pak Jarwo menyuruhku mogok selanjutnya mulai menyetubuhiku dalam dubur sambil cepat. Sebelah tangannya memegang pinggangku cekal-tabah bersama sepotong lagi menarik tudungku ke belakang ibarat peserta rodeo. Aku menurut kegiatan Pak Jarwo dengan menggegarkan-goyangkan punggungku ke atas selanjutnya ke bawah. Tiba-tiba kurasakan sesuatu yang panas mengalir pada dalam ruang duburku. Banyak sekali kurasakan air tersebut. Aku menyandiwarakan kelentitku atas jariku sendiri dengan Pak Jarwo menguatkan badannya memelukku berawal belakang. Tiba-tiba bidang kiri pinggangku kendati terasa panas lalu basah. Leman rupanya baru selalu orgasme serta uap maninya menyembur membasahi tubuhku. Lalu giliran Ramli mendekatiku dan memautkan zakarnya yang berkelir suram ke bibir keping dadaku. Tak lama kemudian minuman maninya memancar membasahi ujung putingku. Aku terus mengemut-ngemut zakar Pak Jarwo yang masih terpaku pada dalam duburku lagi berpugak-pugak perlu mencapai puncak. "Arghhhhhhhrgh…" Aku pun akhirnya kulminasi sekali lalu tengkurep pada atas karpet serabut. "Ya, bagus, Bu…" madah Pak Jarwo yang mengendus asalkan aku mengalami orgasme. Pak Jarwo lalu mencabut zakarnya serta melumurkan semua cairan yang melekat dekat zakarnya ke atas punggungku sampai batangnya lumayan tandus. "Jangan cuci ini sampai batas hidup tunggang gunung ya," katanya mengingatkanku serta membetulkan tekstil sarungnya. Aku lagi lagi tengkurep serta selendang kepalaku sudah tertarik hingga ke gala. Aku merasakan rusuk duburku sudah kendur dengan bertenggang mengemut selama menetralkannya kembali. Setelah itu aku bangun lagi memunguti pakaianku nan berantakan satu per satu. Selesai mengalungkan baju maka mengambil ancang-ancang bagi pulang setelah dipermalukan sedemikian gaya, Pak Jarwo berpesan. Aku sesuai persona bodoh semata-mata mengangguk dengan memungut kempek sekolahku lalu terus menuruni tingkatan gerha Pak Jarwo. Sejak itu sampai keadaan ini, rangkap kali seminggu aku rutin mengunjungi Pak Jarwo kepada menembus pengobatan nan bermacam-macam. Leman bersama Ramli nan sedang memahirkan pada Pak Jarwo lambat-laun lumayan mulai ditugaskan Pak Jarwo mendapatkan iring menterapiku. Walaupun tidak tahu terang, aku merasa bahwa suamiku lambat-lambat mulai membelakangi affairnya. Yang puguh, masa ini sulit rasanya bagiku menjelang merampungkan terapiku berbareng Pak Jarwo maka murid-muridnya. Sepertinya aku sudah tergila-gila sepanjang menikmati penyembuhan lir itu.