Gairah Nafsu Dewasa

From Wolvesbane UO Wiki
Revision as of 17:25, 1 October 2024 by 217.113.25.190 (talk)
Jump to navigation Jump to search


Cerita Gairah Dewasa, Pengaruh Dukun Membuatku Pasrah dekat Perkosa - Namaku Nita. Aku seorang guru berumur 28 warsa. Di kampungku dalam area Sumatera, aku lebih dikenal karena panggilan Bu Miah. Aku embuh mendongengkan wahid kepandaian hitam nan timbul pada diriku mulai heksa rembulan yang lalu dengan terus bersambung hingga kini. Ini semua tumbuh atas kesalahanku sendiri. Kisahnya seperti ini, squirting taksir-kira enam bulan nan lalu aku menurut sejarah jika suamiku ada koneksi gelita pada seorang guru di sekolahnya. Suamiku juga seorang guru di sekolah sedang di kampungku. Dia jebolan maktab lokal sedangkan aku cuma seorang guru utusan. Yang terbayangkan saat itu cuma kodrat duet anakku nan sedang kecil. Secara benda, sebetulnya aku sedang menawan akibat kedua anakku menyesap botol. Cuma biasalah yang namanya lelaki, meski secantik apapun isterinya, tetap akan terpikat melalui penduduk berbeda, pikirku. Diam-diam aku pergi ke graha seorang paranormal yang pernah kudengar ceritanya bermula rekan-rekanku pada sekolah. Aku pergi tanpa pelajaran sapa biar, dan jika teman karibku sekalipun. Pak Jarwo adalah seorang paranormal nan tinggal dekat kampung membelot, jadi tentulah pribadi-penduduk kampungku tidak mau tahu gelap aku berjumpa dengannya. Di situlah berawalnya titik hitam dalam hidupku hingga hari ini. Pak Jarwo orangnya gersang dan pendek. Tingginya mana tahu tak jauh atas 150 cm. Kalau berdiri, ia semata-mata sedadaku. Usianya kutaksir sekitar 40-an, menjelang setengah seratus tahun. Ia mengantongi janggut kucam nan tamam panjang. Gigi beserta bibirnya menghitam sebab suka merokok. Aku masih ingat saat itu Pak Jarwo menceritakan bahwa suamiku telah tertimpa guna-guna sosok. Ia lalu mewujudkan suatu ramuan yang katanya tirta obat perlu menangkiskan diriku pada terhantam tenung wanita tersebut dengan menyuruhku meminumnya. Setelah kira-duga lima menit meminum minuman peminta tersebut kepalaku menjadi ringan. Perasaan vitalitas yang tidak dapat dibendung melanda diriku secara tiba-tiba. Pak Jarwo kemudian menyuruhku terkapar telentang dekat atas lampit bengkung dekat lingkungan tamu rumahnya. Setelah itu ia mulai membacakan objek nan tidak kupahami selanjutnya meniup iteratif kali ke segala badanku. Saat itu aku sedang komplet berpakaian baju lingkung selama mengajar ke sekolah pada petangnya. Setelah itu aku merasa agak mengkhayal. Antara terlena maka selamat aku merasakan kuasa Pak Jarwo berolok-olok pada pasak baju kurungku. Aku tidak sanggup mengerjakan segalanya-apa melainkan merasakan roh nan amat super bersama amat membutuhkan elusan adam. Putingku terasa menonjol. Celah kemaluanku terasa mendalam lagi mulai berbencah. Aku dapat merasakan Pak Jarwo menenarkan kepalaku ke atas bufer sementara membetulkan tudungku. Selanjutnya ia menanggalkan pakaianku tunggal-persatu. Setelah aku merangkup sonder sehelai baju saja hanya tudungku, creampie Pak Jarwo mulai meleceh giliran dadaku dahulu dan berikut mengulum pangkal tetekku serta tamak. Ketika itu aku terasa amat berat menjelang membuka fokus. Setelah aku terkena sedikit stamina kembali, aku merasa luar biasa bergairah. Kemaluanku sudah mulai banjir. Aku berhasil memobilisasi tanganku lalu terus menggapai tendas Pak Jarwo yang sedang berada dicelah selangkanganku. Aku menekan-nekan majikan Pak Jarwo plus agak bertenaga agar jilatannya lidahnya masuk lebih dalam lagi. Aku mengesah sambil membuka mataku nan lama terkatup. Alangkah terkejutnya aku saat aku membuka mataku kelihatan dalam samar-samar ada kembar bentuk tubuh asing sedang duduk duduk menghadapku lalu memandangku demi pusat nan tidak berkersip. "Bu Miah," tegur seorang laki-laki nan lagi belum kukenali, yang duduk pada separuh kanan badanku yang telanjang komplet. Setelah kuamat-amati barulah aku bisa mengenalinya. "Leman," jeritku dalam fuad. Leman sama dengan keturunan Pak Semail ahli kebun sekolahku nan baru berkepanjangan habis tentamen akhirnya. Aku agak belingsatan bersama malu. Aku jika meronta kepada melepaskan diri per genggaman Pak Jarwo. Menyadari bahwa aku telah sadarkan diri, Pak Jarwo memperbincangkan kepalanya sejak antara selangkanganku lalu bersikap. "Tak segala apa Bu, mereka berdua ini arek murid saya," ujarnya serta jarinya bermain kembali memuyu-muyu kemaluanku yang basah basah. Sebelah lagi tangannya digunakan selama mendorong kembali kepalaku ke kalang. Aku serupa anak Adam nan sudah kena pesona terus tengkurap kembali pula melebarkan kangkanganku minus disuruh. Aku mengatupkan pusat kembali. Pak Jarwo mempertunjukkan kedua kakiku pula diletakkannya ke atas bahunya. Saat doi mendirikan bahunya, punggungku pun ikut muncul. Pak Jarwo mulai menggula kembali bacot vaginaku serupa pajuh selanjutnya terus dijilat hingga ke rongga antara tempik lalu duburku. Saat lidahnya nan basah itu mulai di perkataan duburku, rape terasa entitas nan menggelikan menggegar-getar pada situ. Aku merasa kegelian serta nikmat yang amat terlalu. "Leman, Kau pergi ambil patra putih dalam ujung tempat tidur. Kau Ramli, ambil kemenyan serta bekasnya sekalian dalam ujung itu," komando Pak Jarwo kepada kedua anggota muridnya. Aku tercabut lalu terus membuka titik berat. "Bu ini rawatan terpenting, duduk ya," mandat Pak Jarwo kepadaku. Aku kaya kerbau dicocok cingur langsung meneladan aba-aba Pak Jarwo. Aku duduk sembari sepihak pukulan memugas ekor dadaku yang tegang beserta setengah lagi menjangkau pakaianku yang colak-caling bagi menyelesaikan elemen kemaluanku yang terbuka. Setelah mengulurkan baju kurungku, kututupi fragmen pinggang ke bawah dengan kemudian membetulkan tudungku buat menaungi buntut dadaku. Setelah barang-barang yang diminta terhidang dekat hadapan Pak Jarwo, sira menandakan rawatannya. Kedua muridnya malu-malu mencuri pandang ke arah dadaku yang kucoba tutupi dan kap melainkan tetap jelas tertumbuk pandangan kedua payudaraku nan besar maka tamam pada bawah tutup tersebut. "Ini saya beritahu Ibu bahwa ada pesona nan sudah mengenai seksi-cuilan spesial dekat forum Ibu. Aku memperhitungkan tepat ke arah Pak Jarwo bersama kemudian pandanganku berhijrah menjumpai Leman dengan Ramli. "Nggak segalanya-apa, Bu… mereka ini sedang berguru, haruslah mereka lihat," menanggapi Pak Jarwo seakan-akan menginsafi perasaanku. Aku saja lalu tengkurep pada atas permadani bengkung itu. Pak Jarwo menarik kain baju kurungku yang dirasa mengganggunya lalu dilempar ke sebelah. Perlahan-lahan doski mengusap-usap punggungku yang tetal murni berisi pada petro yang tadi diambilkan Leman. Aku merasa berfantasi kembali, punggungku terasa tegang menahan kenikmatan lumuran petro Pak Jarwo. Kemudian kurasakan ketupat bengkulu Pak Jarwo menarik paruhan pinggangku ke atas agak-agak menitahkan aku menyungging dalam bentuk tengkurep tersebut. Aku menentang ke aspek Pak Jarwo nan duduk dekat jurusan kiri punggungku. "Ya, naikkan punggungnya," jelasnya seakan memahami keraguanku. Aku menurut kemauannya. Sekarang aku berada dalam lokasi tengkurep, muka bersama depan pada atas lampit sembari punggungku terangkat ke atas. Pak Jarwo mendorong kedua kakiku biar berjauhan lagi mulai melumurkan patra ke antara-seslat segmen pecahan punggungku nan terbuka. Tanpa dapat dikontrol, eka erangan kenikmatan terluncur per mulutku. Pak Jarwo menambahkan lagi minyak pada tangannya selanjutnya mulai bertindak dekat tepi duburku. Aku mengepal penopang oleh kenikmatan. Sambil mengabulkan itu, jarinya berusaha mencolok lubang duburku. "Jangan tegang, biarkan belaka," merebak perkataan Pak Jarwo yang agak serak. Aku coba merilekskan otot duburku maka memelikkan… Pak Jarwo nan lancar berminyak atas mudah masuk sehingga ke pangkal. Setelah berhasil memasukkan jarinya, Pak Jarwo mulai mengobarkan jarinya celas-celus saung duburku. Aku seumpama membuka mataku yang suram sebab kenikmatan menjelang menjuling Leman lagi Ramli nan sedang membetulkan materi di dalam lancingan mereka. Aku jadi merasakan semacam kenikmatan sekali lagi menatap mereka sedang memusingkan aku diterapi Pak Jarwo. Perasaan malu berkenaan kedua muridku bertukar menjadi selera tersembunyi nan seolah melompat keluar setelah lama terkurung! Setelah isra ujung tangan Pak Jarwo lancar lalu lintas duburku serta duburku mulai beradaptasi, ia mulai berdiri dekat belakangku dengan jarinya sedang terbenam mantap dalam duburku. Aku melihat Pak Jarwo nan kini menyingkapkan tenunan sarungnya ke atas plus eka tangannya yang tengah bebas. Terhunuslah kemaluannya yang panjang bersama bengkok ke atas itu. Tampak sudah sekeras baur kayu! "Bbbbuat segalanya ini, Pak… " tanyaku memakai bingung. "Jangan risau… ini buat buang jantur," katanya sembari melumur patra ke rangka kemaluannya yang lengkap besar bagi seorang yang sangar selanjutnya pendek. Selesai bercakap-cakap, Pak Jarwo menarik jarinya keluar dan selaku gantinya langsung membenamkan batangnya ke soket duburku. "ARRrgggghhggh…" instingtif aku terjerit kengiluan sementara membicarakan kepala selanjutnya dadaku ke atas. Kaki bawahku juga serta merta menyembul ke atas. "Jangan tegang, lemaskan sedikit! " perintah Pak Jarwo sambil menjorongkan tubuh punggungku. Aku mencari jalan menjunjung perintahnya. Setelah aku melemaskan sedikit ototku, hampir separuh ranting Pak Jarwo terbenam ke dalam duburku. Aku mengawasi Leman serta Ramli sedang meremas jasad di dalam serawal sendiri-sendiri. Setelah berhasil memasukkan setengah zakarnya Pak Jarwo menariknya keluar kembali lalu lalu memasukkannya kembali sehingga semua zakarnya masuk ke dalam gerong duburku. Dia bercerai dekat situ. "Sekarang Ibu merangkak mengembara bara kemenyan ini tiga kali," perintahnya sekali lalu zakarnya masih terbenam mantap dalam duburku. Aku saat ini seolah-olah fauna nan berjalan merangkak dengan zakar Pak Jarwo sedang terpasak seraya mantapnya dekat dalam duburku. Pak Jarwo beraksi mengikutiku dengan memegangi pinggangku. "Pelan-pelan cuma, Bu," perintahnya sembari menahan pinggangku agar tidak hidup sungguh-sungguh cepat. Rupanya ia takut penisnya terlepas keluar gara-gara ngalau duburku saat aku bekerja. Aku biar mematuhinya sama berguncang menurut perlahan. Kulihat kedua murid Pak Jarwo sekarang telah mengeluarkan zakar sendiri-sendiri serta merancap karena melirik tingkahku. Aku merasa benar malu walakin pada beda sisi sekali nikmat rasanya. Zakar Pak Jarwo terasa berkenyit-kenyit di dalam duburku. Aku terlukis sosok suamiku bagaikan sedang memindai lagak lakuku nan sesuai penaka satwa itu. Sementara aku merangkak sesekali Pak Jarwo menyuruhku berlabuh sejenak lalu menarik senjatanya keluar bersama lalu menusukku kembali plus anggara sembari menyebut mantera-mantera. Setiap kali menerima pacak Pak Jarwo setiap kali itu pun aku mengerih kenikmatan. Lalu Pak Jarwo biar akan menyuruhku bakal kembali merangkak maju. Demikian bersambung-sambung ritual nan ego lakukan sehingga tiga kisaran juga terasa patut lama. Setelah selesai tiga lingkungan, Pak Jarwo menyuruhku berjeda lalu mulai menyetubuhiku dalam belakang demi cepat. Sebelah tangannya memegang pinggangku kuat-erat pula sesisi lagi menarik tudungku ke belakang bagaikan peserta rodeo. Aku menurut gerakan Pak Jarwo serta menggempur-goyangkan punggungku ke atas bersama ke bawah. Tiba-tiba kurasakan sesuatu nan panas mengalir dekat dalam rongga duburku. Banyak sekali kurasakan larutan tersebut. Aku melantunkan kelentitku pada jariku sendiri sekali lalu Pak Jarwo memperkukuh badannya memelukku tentang belakang. Tiba-tiba segi kiri pinggangku meski terasa panas dan basah. Leman rupanya baru serupa orgasme dan cecair maninya mengucur membasahi tubuhku. Lalu aplusan Ramli mendekatiku dan menemukan zakarnya nan bermotif gelap ke sayap akibat dadaku. Tak lama kemudian tirta maninya menyem-prot membasahi ujung putingku. Aku terus mengemut-ngemut zakar Pak Jarwo yang lagi terpatri di dalam duburku lagi bersakit-sakit kepada mencapai kulminasi. "Arghhhhhhhrgh…" Aku pun akhirnya puncak serta tengkurep pada atas tikar serabut. "Ya, bagus, Bu…" kaul Pak Jarwo nan memaklumi senyampang aku mengalami orgasme. Pak Jarwo lalu mencabut zakarnya maka melumurkan semua enceran yang melekat dekat zakarnya ke atas punggungku sampai batangnya genap sangar. "Jangan basuh ini sampai zaman burit ya," katanya mengingatkanku serta membetulkan kain sarungnya. Aku tengah lagi tengkurep sambil kap kepalaku sudah silau hingga ke leher. Aku merasakan tuturan duburku sudah luas bersama merakit mengemut menjumpai menetralkannya kembali. Setelah itu aku bangun serta memunguti pakaianku yang berjebai suatu per satu. Selesai menyarungkan busana dengan menganju akan pulang setelah dipermalukan sedemikian sikap, Pak Jarwo mewasiatkan. Aku ibarat manusia bodoh saja mengangguk maka memungut tas sekolahku lalu terus menuruni trap gerha Pak Jarwo. Sejak itu sampai hari ini, kembar kali seminggu aku rutin mengunjungi Pak Jarwo untuk mengarungi penyembuhan nan bermacam-macam. Leman lalu Ramli yang sedang menelaah pada Pak Jarwo lambat-laun jua mulai ditugaskan Pak Jarwo kepada menumpang menterapiku. Walaupun tidak tahu puguh, aku merasa bahwa suamiku silir-semilir mulai menyingkirkan affairnya. Yang persis, waktu ini sulit rasanya bagiku buat merampungkan terapiku berhubungan Pak Jarwo lagi murid-muridnya. Sepertinya aku sudah ketagihan perlu menikmati terapi lir itu.