Gairah Nafsu Dewasa: Difference between revisions
(Created page with "<br>Cerita Gairah Dewasa, Pengaruh Dukun Membuatku Pasrah di Perkosa - Namaku Nita. Aku seorang guru berumur 28 tahun. Di kampungku di cutak Sumatera, aku lebih dikenal bersama sebutan Bu Miah. Aku embuh mengomongkan eka keahlian hitam nan terjalin pada diriku dari heksa bulan nan lalu serta terus berlama-lama hingga sekarang. Ini semua berlaku gara-gara kesalahanku sendiri. Kisahnya demikian ini, terka-taksir enam rembulan yang lalu aku mendengar karangan seandainya sua...") |
No edit summary |
||
Line 1: | Line 1: | ||
<br>Cerita Gairah Dewasa, Pengaruh Dukun Membuatku Pasrah | <br>Cerita Gairah Dewasa, Pengaruh Dukun Membuatku Pasrah dekat Perkosa - Namaku Nita. Aku seorang guru berusia 28 warsa. Di kampungku di resor Sumatera, aku lebih dikenal melalui ajakan Bu Miah. Aku mau mengononkan esa pengetahuan hitam yang berlangsung pada diriku dari enam bulan nan lalu lagi terus bersambung hingga waktu ini. Ini semua berlaku karena kesalahanku sendiri. Kisahnya semacam ini, terka-terka heksa candra nan lalu aku mendengar rencana kalau suamiku ada ikatan suram dengan seorang guru di sekolahnya. Suamiku juga seorang guru dalam sekolah madya di kampungku. Dia keluaran universitas lokal sedangkan aku cuma seorang guru bibi. Yang terbayangkan saat itu hanya suratan dwi anakku yang sedang kecil. Secara badan, sebetulnya aku masih menawan atas kedua anakku menyusu botol. Cuma biasalah yang namanya maskulin, dan jika secantik apapun isterinya, tetap buat terpikat beserta pengikut berlainan, pikirku. Diam-diam aku pergi ke rompok seorang syaman nan pernah kudengar ceritanya atas rekan-rekanku dalam sekolah. Aku pergi sonder kepakaran sapa biar, barang teman karibku walaupun. Pak Jarwo adalah seorang paranormal nan tinggal dekat kampung menyebelah, jadi tentulah pengikut-persona kampungku tidak bakal tahu diam-diam aku berjumpa dengannya. Di situlah berawalnya titik hitam dalam hidupku hingga keadaan ini. Pak Jarwo orangnya kerempeng beserta pendek. Tingginya barangkali tak jauh pada 150 cm. Kalau berdiri, ia namun sedadaku. Usianya kutaksir sekitar 40-an, menjelang setengah sepuluh dasawarsa. Ia menyandang janggut pucat yang kafi panjang. Gigi dan bibirnya berkerumun gara-gara suka merokok. Aku sedang ingat saat itu Pak Jarwo menandaskan bahwa suamiku telah terkecoh guna-guna wong. Ia lalu merealisasikan suatu ramuan yang katanya cecair pelelang mendapatkan membelokkan diriku berawal terpukau santet wanita tersebut serta menyuruhku meminumnya. Setelah kira-terka lima menit meminum minuman penawar tersebut kepalaku menjadi ringan. Perasaan jiwa nan tidak dapat dibendung melanda diriku ala sekonyong-konyong. Pak Jarwo kemudian menyuruhku tiarap telentang pada atas permadani ijuk pada celah pengunjung rumahnya. Setelah itu ia mulai membacakan entitas yang tidak kupahami pula meniup iteratif kali ke sekujur badanku. Saat itu aku sedang sempurna berpakaian baju lingkar bakal mengajar ke sekolah pada petangnya. Setelah itu aku merasa agak mengkhayal. Antara terlena maka tersem-bunyi aku merasakan kuasa Pak Jarwo mencura dekat butang baju kurungku. Aku tidak berikhtiar mengerjakan apa pun-apa pun melainkan merasakan selera nan amat bukan main pula amat menomorsatukan belaian pria. Putingku terasa menonjol. Celah kemaluanku terasa mendalam pula mulai berlanyah. Aku dapat merasakan Pak Jarwo menjadikan kepalaku ke atas alas dengan membetulkan tudungku. Selanjutnya ia menanggalkan pakaianku wahid-persatu. Setelah aku menggeletak minus sehelai baju pun kecuali tudungku, Pak Jarwo mulai berjolak sesi dadaku dahulu maka lalu mengulum kelentit tetekku atas lapar. Ketika itu aku terasa amat berat demi membuka mata. Setelah aku mendapat sedikit energi kembali, aku merasa payah bergairah. Kemaluanku sudah mulai banjir. Aku berhasil memobilisasi tanganku bersama terus mencapai atasan Pak Jarwo nan sedang berada dicelah selangkanganku. Aku menekan-nekan atasan Pak Jarwo sama agak teguh biar jilatannya lidahnya masuk lebih dalam lagi. Aku mengesah seraya membuka mataku nan lama terlayang. Alangkah terkejutnya aku saat aku membuka mataku muncul dalam samar-samar ada duet figur asing sedang duduk duduk menghadapku pula memandangku bersama punat nan tidak bergerlip. "Bu Miah," tegur seorang lelaki yang masih belum kukenali, yang duduk pada jurusan kanan badanku nan telanjang penuh. Setelah kuamat-amati barulah aku bisa mengenalinya. "Leman," jeritku dalam lubuk. Leman ialah budak Pak Semail pandai raudah sekolahku nan baru selalu habis tentamen akhirnya. Aku agak gamam beserta malu. Aku jika meronta menurut melepaskan diri mengenai kekuasaan Pak Jarwo. Menyadari bahwa aku telah sadarkan diri, Pak Jarwo mementaskan kepalanya dari retakan selangkanganku pula berbicara. "Tak segala sesuatu Bu, mereka berdua ini putra murid saya," ujarnya sekali lalu jarinya bertindak kembali menggesek-gesek kemaluanku yang basah basah. Sebelah lagi tangannya digunakan sepanjang mendorong kembali kepalaku ke alas. Aku laksana karakter nan sudah kena tenung terus menelungkup kembali dengan membabarkan kangkanganku sonder disuruh. Aku mengejam titik berat kembali. Pak Jarwo menenarkan kedua kakiku pula diletakkannya ke atas bahunya. Saat doi menegakkan bahunya, punggungku agak membonceng mengemuka. Pak Jarwo mulai merewet kembali bacot vaginaku via muris dengan terus dijilat hingga ke palka antara kemaluan beserta duburku. Saat lidahnya nan basah itu mulai dekat tuturan duburku, terasa sesuatu nan menggelikan berguncang-getar pada situ. Aku merasa kegelian serta nikmat nan amat super. "Leman, Kau pergi ambil patra kucam dalam ujung ranjang. Kau Ramli, ambil kemenyan beserta bekasnya sekalian dekat ujung itu," tugas Pak Jarwo kepada kedua budak muridnya. Aku terpegun dan terus membuka titik berat. "Bu ini rawatan terpenting, duduk ya," rodi Pak Jarwo kepadaku. Aku sepantun kerbau dicocok penghirup langsung mengikuti perintah Pak Jarwo. Aku duduk sekali lalu sisi pengaruh memenuhi produk dadaku nan tegang pula sebagian lagi menggerapai pakaianku yang berarakan perlu mengisolasi belahan kemaluanku yang terbuka. Setelah menjangkau baju kurungku, kututupi sisi pinggang ke bawah serta kemudian membetulkan tudungku buat merahasiakan konsekuensi dadaku. Setelah barang-barang yang diminta cawis dekat dekat Pak Jarwo, [https://www.akpartikagithane.com/ gangbang] dia menjelaskan rawatannya. Kedua muridnya segan mencuri pandang ke sebelah dadaku yang kucoba tutupi serupa tutup tapi tetap jelas ternyata kedua payudaraku nan besar lagi bundar dekat bawah cadar tersebut. "Ini saya beritahu Ibu bahwa ada sihir yang sudah mengenai saham-persentase spesifik di senat Ibu. Aku menghiraukan tepat ke sudut Pak Jarwo beserta kemudian pandanganku menyimpang akan Leman serta Ramli. "Nggak barang apa-segala apa, Bu… mereka ini sedang bercermin, haruslah mereka jenguk," menyahut Pak Jarwo bagaikan menyadari perasaanku. Aku kendati lalu tengkurep dekat atas permadani serabut itu. Pak Jarwo menarik tenunan baju kurungku nan dirasa mengganggunya lalu dilempar ke samping. Perlahan-lahan ia memijat punggungku nan masif suci berisi demi minyak nan tadi diambilkan Leman. Aku merasa berhalusinasi kembali, punggungku terasa tegang menahan kenikmatan lumuran patra Pak Jarwo. Kemudian kurasakan bogem mentah Pak Jarwo menarik volume pinggangku ke atas seperti menginstruksikan aku menungging dalam posisi tengkurep tersebut. Aku memperhitungkan ke pihak Pak Jarwo yang duduk dekat pihak kiri punggungku. "Ya, acungkan tangan punggungnya," jelasnya seakan memahami keraguanku. Aku menurut kemauannya. Sekarang aku berada dalam gaya tengkurep, muka lalu front pada atas karpet sekali lalu punggungku menyembul ke atas. Pak Jarwo mendorong kedua kakiku semoga berjauhan lagi mulai melumurkan petro ke retakan-belahan adegan bongkahan punggungku nan terbuka. Tanpa dapat dikontrol, se- erangan kenikmatan terluncur oleh karena mulutku. Pak Jarwo menambahkan lagi minyak dekat tangannya lagi mulai dolan dalam cakap duburku. Aku memerah penyangga sebab kenikmatan. Sambil melancarkan itu, jarinya berusaha mencolok soket duburku. "Jangan tegang, biarkan belaka," tertebar tuturan Pak Jarwo nan agak serak. Aku jika merilekskan otot duburku serta menarik… Pak Jarwo yang lancar berminyak pakai mudah masuk sehingga ke pangkal. Setelah berhasil memasukkan jarinya, Pak Jarwo mulai menggarangkan jarinya celam-celum rongga duburku. Aku seumpama membuka mataku nan suram gara-gara kenikmatan untuk menjeling Leman serta Ramli nan sedang membetulkan jasad di dalam lancingan mereka. Aku jadi merasakan semacam kenikmatan sekali lagi menentang mereka sedang menatap aku diterapi Pak Jarwo. Perasaan malu kepada kedua muridku beralih menjadi selera tersembunyi nan seolah melompat keluar setelah lama terikat! Setelah pelancongan jari Pak Jarwo lancar celas-celus duburku lagi duburku mulai beradaptasi, doski mulai berdiri dalam belakangku seraya jarinya masih terbenam mantap dalam duburku. Aku menjelang Pak Jarwo yang kini menyingkap kain sarungnya ke atas demi uni tangannya nan sedang bebas. Terhunuslah kemaluannya nan panjang dengan bengkok ke atas itu. Tampak sudah sekeras ranting kayu! "Bbbbuat segala apa ini, Pak… " tanyaku serta terkencar-kencar. "Jangan risau… ini buat buang pesona," katanya seraya melumur minyak ke dahan kemaluannya yang layak besar bagi seorang nan sangar lalu pendek. Selesai berbicara, Pak Jarwo menarik jarinya keluar serta seperti gantinya langsung membenamkan batangnya ke ngalau duburku. "ARRrgggghhggh…" wajar aku terjerit kengiluan sambil menganggap pembesar beserta dadaku ke atas. Kaki bawahku pun spontan timbul ke atas. "Jangan tegang, lemaskan sedikit! " order Pak Jarwo serta merenggangkan otot punggungku. Aku mencari jalan mengindahkan perintahnya. Setelah aku melemaskan sedikit ototku, hampir separuh pangkal tangan Pak Jarwo terbenam ke dalam duburku. Aku memperkirakan Leman pula Ramli sedang memeras entitas dekat dalam seluar sendiri-sendiri. Setelah berhasil memasukkan setengah zakarnya Pak Jarwo menariknya keluar kembali selanjutnya lalu memasukkannya kembali sehingga semua zakarnya masuk ke dalam lubang duburku. Dia diam dekat situ. "Sekarang Ibu merangkak menggerompok nyala kemenyan ini tiga kali," perintahnya serta zakarnya lagi terbenam mantap dalam duburku. Aku kini menyerupai binatang nan berjalan merangkak sementara zakar Pak Jarwo tengah terpasak sambil mantapnya dekat dalam duburku. Pak Jarwo merenyut mengikutiku sambil memegangi pinggangku. "Pelan-pelan serupa, Bu," perintahnya sambil menahan pinggangku biar tidak berjalan sangat cepat. Rupanya ia takut penisnya terlepas keluar lantaran gohong duburku saat aku bekerja. Aku pun mematuhinya per berguling sebagai perlahan. Kulihat kedua murid Pak Jarwo masa ini telah mengeluarkan zakar masing-masing sementara bermasturbasi serta melihat tingkahku. Aku merasa sekali malu tapi dekat berbeda faksi terlalu nikmat rasanya. Zakar Pak Jarwo terasa mengembut-embut dalam dalam duburku. Aku terlukis gambaran suamiku ajak sedang menyimak ragam lakuku yang layak semacam fauna itu. Sementara aku merangkak sesekali Pak Jarwo menyuruhku stop sejenak lalu menarik senjatanya keluar lagi lalu menusukku kembali plus jahat sembari mengekspresikan mantera-mantera. Setiap kali menerima tusukan Pak Jarwo setiap kali itu kembali aku merintih kenikmatan. Lalu Pak Jarwo biar bagi menyuruhku menurut kembali merangkak maju. Demikian bertalu-talu ritual yang hamba lakukan sehingga tiga edaran meski terasa sedikit lama. Setelah selesai tiga lilitan, Pak Jarwo menyuruhku pensiun lalu mulai menyetubuhiku pada buri tambah cepat. Sebelah tangannya memegang pinggangku energik-kekar dengan sesisi lagi menarik tudungku ke belakang sebagaimana peserta rodeo. Aku menurut kiprah Pak Jarwo seraya mengayunkan-goyangkan punggungku ke atas maka ke bawah. Tiba-tiba kurasakan entitas nan panas mengalir dalam dalam rongga duburku. Banyak sekali kurasakan air tersebut. Aku mendendangkan kelentitku menggunakan jariku sendiri sambil Pak Jarwo memautkan badannya memelukku pada belakang. Tiba-tiba sebelah kiri pinggangku pun terasa panas beserta basah. Leman rupanya baru juga orgasme maka cecair maninya mencerat membasahi tubuhku. Lalu giliran Ramli mendekatiku selanjutnya mengaribkan zakarnya nan berpoleng silam ke sebelah produk dadaku. Tak lama kemudian air maninya menyembur membasahi ujung putingku. Aku terus mengemut-ngemut zakar Pak Jarwo nan sedang terukir dalam dalam duburku dan bersakit-sakit selama mencapai klimaks. "Arghhhhhhhrgh…" Aku pun akhirnya kulminasi sambil tengkurep pada atas permadani ijuk. "Ya, bagus, Bu…" kecek Pak Jarwo yang memaklumi menurut aku mengalami orgasme. Pak Jarwo lalu mencabut zakarnya bersama melumurkan semua larutan nan melekat di zakarnya ke atas punggungku sampai batangnya penuh membosankan. "Jangan basuh ini sampai kala senja ya," katanya mengingatkanku seraya membetulkan tenunan sarungnya. Aku masih lagi tengkurep tambah tutup kepalaku sudah jatuh cinta hingga ke gala. Aku merasakan susur duburku sudah toleran lalu berbisnis mengemut kepada menetralkannya kembali. Setelah itu aku bangun selanjutnya memunguti pakaianku yang kusut iso- per esa. Selesai mengganjar busana bersama memulai akan pulang setelah dipermalukan sedemikian jenis, Pak Jarwo berpetaruh. Aku laksana insan bodoh sekadar mengangguk serta memungut tas sekolahku lalu terus menuruni pangkat pondok Pak Jarwo. Sejak itu sampai yaum ini, kembar kali seminggu aku rutin mengunjungi Pak Jarwo mendapatkan menunaikan terapi yang bermacam-macam. Leman lalu Ramli yang sedang menuntut ilmu pada Pak Jarwo perlahan-lahan juga mulai ditugaskan Pak Jarwo perlu iring menterapiku. Walaupun tidak tahu pasti, aku merasa bahwa suamiku bersilir-silir mulai mencadangkan affairnya. Yang aman, kini sulit rasanya bagiku demi membinasakan terapiku seiring Pak Jarwo selanjutnya murid-muridnya. Sepertinya aku sudah keranjingan mendapatkan menikmati penyembuhan bagai itu.<br> |
Revision as of 17:03, 25 September 2024
Cerita Gairah Dewasa, Pengaruh Dukun Membuatku Pasrah dekat Perkosa - Namaku Nita. Aku seorang guru berusia 28 warsa. Di kampungku di resor Sumatera, aku lebih dikenal melalui ajakan Bu Miah. Aku mau mengononkan esa pengetahuan hitam yang berlangsung pada diriku dari enam bulan nan lalu lagi terus bersambung hingga waktu ini. Ini semua berlaku karena kesalahanku sendiri. Kisahnya semacam ini, terka-terka heksa candra nan lalu aku mendengar rencana kalau suamiku ada ikatan suram dengan seorang guru di sekolahnya. Suamiku juga seorang guru dalam sekolah madya di kampungku. Dia keluaran universitas lokal sedangkan aku cuma seorang guru bibi. Yang terbayangkan saat itu hanya suratan dwi anakku yang sedang kecil. Secara badan, sebetulnya aku masih menawan atas kedua anakku menyusu botol. Cuma biasalah yang namanya maskulin, dan jika secantik apapun isterinya, tetap buat terpikat beserta pengikut berlainan, pikirku. Diam-diam aku pergi ke rompok seorang syaman nan pernah kudengar ceritanya atas rekan-rekanku dalam sekolah. Aku pergi sonder kepakaran sapa biar, barang teman karibku walaupun. Pak Jarwo adalah seorang paranormal nan tinggal dekat kampung menyebelah, jadi tentulah pengikut-persona kampungku tidak bakal tahu diam-diam aku berjumpa dengannya. Di situlah berawalnya titik hitam dalam hidupku hingga keadaan ini. Pak Jarwo orangnya kerempeng beserta pendek. Tingginya barangkali tak jauh pada 150 cm. Kalau berdiri, ia namun sedadaku. Usianya kutaksir sekitar 40-an, menjelang setengah sepuluh dasawarsa. Ia menyandang janggut pucat yang kafi panjang. Gigi dan bibirnya berkerumun gara-gara suka merokok. Aku sedang ingat saat itu Pak Jarwo menandaskan bahwa suamiku telah terkecoh guna-guna wong. Ia lalu merealisasikan suatu ramuan yang katanya cecair pelelang mendapatkan membelokkan diriku berawal terpukau santet wanita tersebut serta menyuruhku meminumnya. Setelah kira-terka lima menit meminum minuman penawar tersebut kepalaku menjadi ringan. Perasaan jiwa nan tidak dapat dibendung melanda diriku ala sekonyong-konyong. Pak Jarwo kemudian menyuruhku tiarap telentang pada atas permadani ijuk pada celah pengunjung rumahnya. Setelah itu ia mulai membacakan entitas yang tidak kupahami pula meniup iteratif kali ke sekujur badanku. Saat itu aku sedang sempurna berpakaian baju lingkar bakal mengajar ke sekolah pada petangnya. Setelah itu aku merasa agak mengkhayal. Antara terlena maka tersem-bunyi aku merasakan kuasa Pak Jarwo mencura dekat butang baju kurungku. Aku tidak berikhtiar mengerjakan apa pun-apa pun melainkan merasakan selera nan amat bukan main pula amat menomorsatukan belaian pria. Putingku terasa menonjol. Celah kemaluanku terasa mendalam pula mulai berlanyah. Aku dapat merasakan Pak Jarwo menjadikan kepalaku ke atas alas dengan membetulkan tudungku. Selanjutnya ia menanggalkan pakaianku wahid-persatu. Setelah aku menggeletak minus sehelai baju pun kecuali tudungku, Pak Jarwo mulai berjolak sesi dadaku dahulu maka lalu mengulum kelentit tetekku atas lapar. Ketika itu aku terasa amat berat demi membuka mata. Setelah aku mendapat sedikit energi kembali, aku merasa payah bergairah. Kemaluanku sudah mulai banjir. Aku berhasil memobilisasi tanganku bersama terus mencapai atasan Pak Jarwo nan sedang berada dicelah selangkanganku. Aku menekan-nekan atasan Pak Jarwo sama agak teguh biar jilatannya lidahnya masuk lebih dalam lagi. Aku mengesah seraya membuka mataku nan lama terlayang. Alangkah terkejutnya aku saat aku membuka mataku muncul dalam samar-samar ada duet figur asing sedang duduk duduk menghadapku pula memandangku bersama punat nan tidak bergerlip. "Bu Miah," tegur seorang lelaki yang masih belum kukenali, yang duduk pada jurusan kanan badanku nan telanjang penuh. Setelah kuamat-amati barulah aku bisa mengenalinya. "Leman," jeritku dalam lubuk. Leman ialah budak Pak Semail pandai raudah sekolahku nan baru selalu habis tentamen akhirnya. Aku agak gamam beserta malu. Aku jika meronta menurut melepaskan diri mengenai kekuasaan Pak Jarwo. Menyadari bahwa aku telah sadarkan diri, Pak Jarwo mementaskan kepalanya dari retakan selangkanganku pula berbicara. "Tak segala sesuatu Bu, mereka berdua ini putra murid saya," ujarnya sekali lalu jarinya bertindak kembali menggesek-gesek kemaluanku yang basah basah. Sebelah lagi tangannya digunakan sepanjang mendorong kembali kepalaku ke alas. Aku laksana karakter nan sudah kena tenung terus menelungkup kembali dengan membabarkan kangkanganku sonder disuruh. Aku mengejam titik berat kembali. Pak Jarwo menenarkan kedua kakiku pula diletakkannya ke atas bahunya. Saat doi menegakkan bahunya, punggungku agak membonceng mengemuka. Pak Jarwo mulai merewet kembali bacot vaginaku via muris dengan terus dijilat hingga ke palka antara kemaluan beserta duburku. Saat lidahnya nan basah itu mulai dekat tuturan duburku, terasa sesuatu nan menggelikan berguncang-getar pada situ. Aku merasa kegelian serta nikmat nan amat super. "Leman, Kau pergi ambil patra kucam dalam ujung ranjang. Kau Ramli, ambil kemenyan beserta bekasnya sekalian dekat ujung itu," tugas Pak Jarwo kepada kedua budak muridnya. Aku terpegun dan terus membuka titik berat. "Bu ini rawatan terpenting, duduk ya," rodi Pak Jarwo kepadaku. Aku sepantun kerbau dicocok penghirup langsung mengikuti perintah Pak Jarwo. Aku duduk sekali lalu sisi pengaruh memenuhi produk dadaku nan tegang pula sebagian lagi menggerapai pakaianku yang berarakan perlu mengisolasi belahan kemaluanku yang terbuka. Setelah menjangkau baju kurungku, kututupi sisi pinggang ke bawah serta kemudian membetulkan tudungku buat merahasiakan konsekuensi dadaku. Setelah barang-barang yang diminta cawis dekat dekat Pak Jarwo, gangbang dia menjelaskan rawatannya. Kedua muridnya segan mencuri pandang ke sebelah dadaku yang kucoba tutupi serupa tutup tapi tetap jelas ternyata kedua payudaraku nan besar lagi bundar dekat bawah cadar tersebut. "Ini saya beritahu Ibu bahwa ada sihir yang sudah mengenai saham-persentase spesifik di senat Ibu. Aku menghiraukan tepat ke sudut Pak Jarwo beserta kemudian pandanganku menyimpang akan Leman serta Ramli. "Nggak barang apa-segala apa, Bu… mereka ini sedang bercermin, haruslah mereka jenguk," menyahut Pak Jarwo bagaikan menyadari perasaanku. Aku kendati lalu tengkurep dekat atas permadani serabut itu. Pak Jarwo menarik tenunan baju kurungku nan dirasa mengganggunya lalu dilempar ke samping. Perlahan-lahan ia memijat punggungku nan masif suci berisi demi minyak nan tadi diambilkan Leman. Aku merasa berhalusinasi kembali, punggungku terasa tegang menahan kenikmatan lumuran patra Pak Jarwo. Kemudian kurasakan bogem mentah Pak Jarwo menarik volume pinggangku ke atas seperti menginstruksikan aku menungging dalam posisi tengkurep tersebut. Aku memperhitungkan ke pihak Pak Jarwo yang duduk dekat pihak kiri punggungku. "Ya, acungkan tangan punggungnya," jelasnya seakan memahami keraguanku. Aku menurut kemauannya. Sekarang aku berada dalam gaya tengkurep, muka lalu front pada atas karpet sekali lalu punggungku menyembul ke atas. Pak Jarwo mendorong kedua kakiku semoga berjauhan lagi mulai melumurkan petro ke retakan-belahan adegan bongkahan punggungku nan terbuka. Tanpa dapat dikontrol, se- erangan kenikmatan terluncur oleh karena mulutku. Pak Jarwo menambahkan lagi minyak dekat tangannya lagi mulai dolan dalam cakap duburku. Aku memerah penyangga sebab kenikmatan. Sambil melancarkan itu, jarinya berusaha mencolok soket duburku. "Jangan tegang, biarkan belaka," tertebar tuturan Pak Jarwo nan agak serak. Aku jika merilekskan otot duburku serta menarik… Pak Jarwo yang lancar berminyak pakai mudah masuk sehingga ke pangkal. Setelah berhasil memasukkan jarinya, Pak Jarwo mulai menggarangkan jarinya celam-celum rongga duburku. Aku seumpama membuka mataku nan suram gara-gara kenikmatan untuk menjeling Leman serta Ramli nan sedang membetulkan jasad di dalam lancingan mereka. Aku jadi merasakan semacam kenikmatan sekali lagi menentang mereka sedang menatap aku diterapi Pak Jarwo. Perasaan malu kepada kedua muridku beralih menjadi selera tersembunyi nan seolah melompat keluar setelah lama terikat! Setelah pelancongan jari Pak Jarwo lancar celas-celus duburku lagi duburku mulai beradaptasi, doski mulai berdiri dalam belakangku seraya jarinya masih terbenam mantap dalam duburku. Aku menjelang Pak Jarwo yang kini menyingkap kain sarungnya ke atas demi uni tangannya nan sedang bebas. Terhunuslah kemaluannya nan panjang dengan bengkok ke atas itu. Tampak sudah sekeras ranting kayu! "Bbbbuat segala apa ini, Pak… " tanyaku serta terkencar-kencar. "Jangan risau… ini buat buang pesona," katanya seraya melumur minyak ke dahan kemaluannya yang layak besar bagi seorang nan sangar lalu pendek. Selesai berbicara, Pak Jarwo menarik jarinya keluar serta seperti gantinya langsung membenamkan batangnya ke ngalau duburku. "ARRrgggghhggh…" wajar aku terjerit kengiluan sambil menganggap pembesar beserta dadaku ke atas. Kaki bawahku pun spontan timbul ke atas. "Jangan tegang, lemaskan sedikit! " order Pak Jarwo serta merenggangkan otot punggungku. Aku mencari jalan mengindahkan perintahnya. Setelah aku melemaskan sedikit ototku, hampir separuh pangkal tangan Pak Jarwo terbenam ke dalam duburku. Aku memperkirakan Leman pula Ramli sedang memeras entitas dekat dalam seluar sendiri-sendiri. Setelah berhasil memasukkan setengah zakarnya Pak Jarwo menariknya keluar kembali selanjutnya lalu memasukkannya kembali sehingga semua zakarnya masuk ke dalam lubang duburku. Dia diam dekat situ. "Sekarang Ibu merangkak menggerompok nyala kemenyan ini tiga kali," perintahnya serta zakarnya lagi terbenam mantap dalam duburku. Aku kini menyerupai binatang nan berjalan merangkak sementara zakar Pak Jarwo tengah terpasak sambil mantapnya dekat dalam duburku. Pak Jarwo merenyut mengikutiku sambil memegangi pinggangku. "Pelan-pelan serupa, Bu," perintahnya sambil menahan pinggangku biar tidak berjalan sangat cepat. Rupanya ia takut penisnya terlepas keluar lantaran gohong duburku saat aku bekerja. Aku pun mematuhinya per berguling sebagai perlahan. Kulihat kedua murid Pak Jarwo masa ini telah mengeluarkan zakar masing-masing sementara bermasturbasi serta melihat tingkahku. Aku merasa sekali malu tapi dekat berbeda faksi terlalu nikmat rasanya. Zakar Pak Jarwo terasa mengembut-embut dalam dalam duburku. Aku terlukis gambaran suamiku ajak sedang menyimak ragam lakuku yang layak semacam fauna itu. Sementara aku merangkak sesekali Pak Jarwo menyuruhku stop sejenak lalu menarik senjatanya keluar lagi lalu menusukku kembali plus jahat sembari mengekspresikan mantera-mantera. Setiap kali menerima tusukan Pak Jarwo setiap kali itu kembali aku merintih kenikmatan. Lalu Pak Jarwo biar bagi menyuruhku menurut kembali merangkak maju. Demikian bertalu-talu ritual yang hamba lakukan sehingga tiga edaran meski terasa sedikit lama. Setelah selesai tiga lilitan, Pak Jarwo menyuruhku pensiun lalu mulai menyetubuhiku pada buri tambah cepat. Sebelah tangannya memegang pinggangku energik-kekar dengan sesisi lagi menarik tudungku ke belakang sebagaimana peserta rodeo. Aku menurut kiprah Pak Jarwo seraya mengayunkan-goyangkan punggungku ke atas maka ke bawah. Tiba-tiba kurasakan entitas nan panas mengalir dalam dalam rongga duburku. Banyak sekali kurasakan air tersebut. Aku mendendangkan kelentitku menggunakan jariku sendiri sambil Pak Jarwo memautkan badannya memelukku pada belakang. Tiba-tiba sebelah kiri pinggangku pun terasa panas beserta basah. Leman rupanya baru juga orgasme maka cecair maninya mencerat membasahi tubuhku. Lalu giliran Ramli mendekatiku selanjutnya mengaribkan zakarnya nan berpoleng silam ke sebelah produk dadaku. Tak lama kemudian air maninya menyembur membasahi ujung putingku. Aku terus mengemut-ngemut zakar Pak Jarwo nan sedang terukir dalam dalam duburku dan bersakit-sakit selama mencapai klimaks. "Arghhhhhhhrgh…" Aku pun akhirnya kulminasi sambil tengkurep pada atas permadani ijuk. "Ya, bagus, Bu…" kecek Pak Jarwo yang memaklumi menurut aku mengalami orgasme. Pak Jarwo lalu mencabut zakarnya bersama melumurkan semua larutan nan melekat di zakarnya ke atas punggungku sampai batangnya penuh membosankan. "Jangan basuh ini sampai kala senja ya," katanya mengingatkanku seraya membetulkan tenunan sarungnya. Aku masih lagi tengkurep tambah tutup kepalaku sudah jatuh cinta hingga ke gala. Aku merasakan susur duburku sudah toleran lalu berbisnis mengemut kepada menetralkannya kembali. Setelah itu aku bangun selanjutnya memunguti pakaianku yang kusut iso- per esa. Selesai mengganjar busana bersama memulai akan pulang setelah dipermalukan sedemikian jenis, Pak Jarwo berpetaruh. Aku laksana insan bodoh sekadar mengangguk serta memungut tas sekolahku lalu terus menuruni pangkat pondok Pak Jarwo. Sejak itu sampai yaum ini, kembar kali seminggu aku rutin mengunjungi Pak Jarwo mendapatkan menunaikan terapi yang bermacam-macam. Leman lalu Ramli yang sedang menuntut ilmu pada Pak Jarwo perlahan-lahan juga mulai ditugaskan Pak Jarwo perlu iring menterapiku. Walaupun tidak tahu pasti, aku merasa bahwa suamiku bersilir-silir mulai mencadangkan affairnya. Yang aman, kini sulit rasanya bagiku demi membinasakan terapiku seiring Pak Jarwo selanjutnya murid-muridnya. Sepertinya aku sudah keranjingan mendapatkan menikmati penyembuhan bagai itu.